15 August 2008

Festival Jajanan Bango



Jelajahi Kuliner Nusantara


KULINER tradisional nusantara bangkit kembali. Setelah sempat terhantam arus hidangan cepat saji, yang cenderung kebarat-baratan dan berkontribusi atas menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, santapan tradisional kembali naik daun.

Kini bisa dengan mudah ditemukan kedai atau restoran yang mengkhususkan kuliner tradisional. Santapan Sunda, Betawi, Manado, Makassar, beberapa diantara hidangan asli kekayaan nusantara. Nuansa pedesaan ataupun khas daerah menjadi konsep populer. Ini menegaskan kecintaan terhadap budaya Indonesia makin menguat.

Kecenderungan masyarakat kembali pada kuliner tradisional Indonesia ini ditangkap dengan baik oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk, produsen merek Kecap Bango. Merek ini telah menemani dapur-dapur Indonesia sejak 80 tahun silam. Memenuhi kerinduan masyarakat, digelarlah Festival Jajanan Bango (FJB), yang kini memasuki tahun keempat.

FJB 2008 terbilang paling istimewa. Bertepatan perayaan ulang tahun Kecap Bango ke-80 dan program pemerintah Tahun Kunjungan Wisata (Visit Indonesia Year 2008), FJB menghadirkan 80 makanan tradisional khas Indonesia dari 40 stand yang ikut berpartisipasi.

Momen ini digunakan pula peluncuran buku bertajuk “80 Warisan Kuliner Indonesia, yang berisi kumpulan resep warisan nenek moyang dan sejarah di balik ragam hidangan itu.

Gelaran FJB sekaligus menegaskan kembali komitmen Kecap Bango melestarikan aneka hidangan tradisional nusantara. Ini juga menjdi ajang memperkenalkan kekayaan nusantara lewat kuliner, baik kepada masyarakat Indonesia maupun mancanegara.

FJB yang digelar di kota Jakarta pada 8-9 Agustus ini menghadirkan pula pesta kambing guling terbanyak di Indonesia, bahkan dunia. Dengan membagikan 80 ekor kambing guling buatan Pondok Sate Pejompongan kepada delapan panti asuhan di Jakarta, 800 karyawan pabrik Subang dan para pengunjung. Aksi spektakuler ini pun mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan rekor “Penyajian Kambing Guling Terbanyak Se-Indonesia”.

Suasana FJB di Jakarta begitu meriah. Ribuan pengunjung menyesaki area Parkir Selatan Senayan, sejak hari pertama FJB dibuka. Ada yang datang bersama teman, kerabat, dan keluarga. Antusiasme masyarakat tak terbendung melihat ragam hidangan tradisional dari berbagai daerah. Makanan yang mungkin sempat terlupakan dan telah lama tak disantap disajikan di FJB. Antrean panjang di stand-stand jajanan tak terhindarkan. Dibangun pula playground agar anak-anak bisa bermain. Suasana benar-benar terasa hangat.

Wahhhh, ada es durian Kantin Sakinah Bandung. Waduw, duriannya gede-gede banget. Kamu di mana? Buruan ke sini sekarang, banyak banget makanan tradisional,” kata seorang pengunjung antusias melalui percakapan telepon.

Banyak pula yang rela berlari-larian dan berdesak-desakan agar tak kehabisan makanan. Meja dan kursi yang disediakan nyaris selalu penuh. Sebagai orang Makassar yang hanya bisa pulang kampung setahun sekali, saya tak mau melewatkan kesempatan menikmati salah satu makanan kegemaran, coto Makassar. Puas sekali bisa menyantap hidangan asal tanah kelahiran saya ini.

Namun, tak ingin berpuas di situ saja. Saya pun menyusuri stand-stand jajanan lain. Ada jajanan pasar yang menjual cincau ciragil, es doger, es cendol, es blewah, ada penjual kerak telor asli Betawi, nasi tutug oncom khas tanah Pasundan, nasi jomblong dari Cirebon, bubur Pontianak, kikil sapi Surabaya, tengkleng Solo, ajengan Bali, gabus pucung dan berbagai kedai jajanan yang sudah tak asing lagi bagi warga Jakarta.

Para penjual tak sekadar menjajakan hidangan. Mereka tak sungkan-sungkan memberikan penjelasan hingga pembeli tak hanya sekadar menyantap, juga mengenal dengan baik santapan warisan nenek moyang.

Ketika saya menyinggahi stand Bubur Pontianak Bu Jenah, dengan ramah salah seorang penjual menjelaskan. “Bubur Pontianak ini bubur yang isinya kacang, ikan teri, emping, tongcay, lobak asing, yang disiram dengan minyak bawang putih dan kuah daging,” katanya sembari tersenyum. Dia tetap sibuk melayani pesanan.

Pemandangan serupa ketika saya mengunjungi stand Saung Kiray Bogor, yang menjajakan nasi tutug oncom. “Ini terdiri dari nasi, pakai oncom hitam yang dibakar, ayam, tahu, gorengan oncom, ditambah kencur dan bumbu-bumbu lainnya,” ucap sang pedagang.

Satu lagi yang menarik perhatian saya dan banyak pengunjung lainnya, adalah penjual es goyang. Ini mengingatkan saya pada jajanan semasa masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Asyiknya bernostalgia.

Sayang, hari pun makin larut. Saya harus segera beranjak pulang. Namun, saya benar-benar puas telah menikmati beberapa hidangan tradisional yang lama tak dijumpai.

Jelajah kuliner tradisional saya pun harus berakhir dengan perut kekenyangan. Tak sabar rasanya menantikan kejutan-kejutan baru di FJB berikutnya.

Astri Istiana Ihsan

Published at Jurnal Nasional, 16Agustus 2008

No comments:

Post a Comment