08 February 2009

Pilihan

Saya benci sekali bila diminta memilih. Please, itu bukan keahlian saya. Entah mengapa saya selalu merasa kesulitan bila harus memilih. Seperti, apakah saya lebih menyukai pantai ataukah gunung, lebih memilih warna hitam atau putih, memilih matahari cerah ataukah hujan, memilih tinggal bersama orang tua dengan berbagai peraturan ataukah memilih hidup sendiri dan bebas berbuat apapun, atau sesederhana memilih makanan tradisional ataukah makanan modern mancanegara yang selalu saya cicipi tiap minggunya.

Mungkin saya bukan seorang pemimpin yang baik karena saya benar-benar merasa kesulitan bila dihadapkan pada dua pilihan. Walaupun pada akhirnya saya pasti akan mengambil satu jalan saja, tapi bagi saya sulit untuk tidak mencoba jalan yang satu lagi. Saya mencintai banyak hal dengan kesenangan dan rasa ingin tahu yang sama. Saya ingin mencoba semuanya. Saya menyukai semuanya. Kenapa saya harus memilih di antara dua hal yang sama-sama saya senangi?

Ketika saya memilih bermain ombak di pantai, bukan berarti saya tidak mencintai gunung. Saya suka merasakan terbayarnya lelah ketika bisa mencapai satu puncak, sama seperti bahagianya saya ketika bisa bergulung-gulung di ombak dan mengotori kaki telanjang saya dengan pasir berkerang. Saya menyukai warna hitam, putih dan semua warna lainnya. Saya suka matahari cerah karena akan memberikan saya energi dan semangat. Tapi cerahnya matahari menyebabkan tubuh saya berkeringat dan kelelahan. Di sisi lain, terkadang ketika sedang butuh meluapkan adrenalin, keringat dan kelelahan adahal hal yang saya cari-cari. Keduanya membuat saya merasa lebih lega dan bisa tertidur lebih pulas. Saya juga suka hujan karena membuat orang menjadi lebih ramah dan hangat meskipun terkadang saya ketakutan dengan petir dan kilat di kala sedang sendirian. Terkadang saya justru bersyukur dengan keberadaan petir dan kilat, kedua ciptaan mengagumkan itu membuat kedua keponakan saya ketakutan dan memeluk saya erat sampai mereka ketiduran. Saya suka.

Bisakah tidak perlu ada pilihan antara baik dan buruk, hanya ada baik dan baik? Dengan begitu, apapun yang saya ambil, hasilnya hanya baik. Bisakah semudah itu? Bagaimana saya bisa tahu bahwa yang terlihat baik nantinya akan tetap baik ataukah yang terlihat tidak baik nantinya akan tetap tidak baik? Bisa saja kan yang baik menjadi jahat dan yang jahat menjadi baik? Bagaimana saya harus memilih antara hidup mapan ataukah hidup penuh cinta? Bisakah jika keduanya digabung saja dan tidak membingungkan saya? Bagaimana saya harus memilih jika keadaannya seperti itu?

Akhhh, saya kesulitan bila harus memilih. Tapi, di sisi lain, saya juga bersyukur masih ada pilihan. Apa jadinya manusia jika tidak pernah dihadapkan pada pilihan? Mungkin manusia cuma bisa menjadi makhluk yang manja, pasif, pasrah, tak punya daya upaya untuk mau merubah keadaan. Bila mengingat hal itu sih, saya memilih untuk selalu bisa memilih. Apapun pilihannya akan saya hadapi. Mungkinkah bila saya katakan bahwa “hidup adalah seni memilih”? Hmmm, mudah-mudahan saya tidak terlalu buruk dalam bidang kesenian.

No comments:

Post a Comment