18 November 2009

Obama, ASEAN, dan Myanmar

JIKA pemerintah Myanmar benar-benar serius ingin menyelenggarakan pemilu tahun depan, maka mereka juga harus serius mempertimbangkan kata-kata Presiden Barack Obama. Obama mengirimkan dua pesan sekaligus. Ia mengatakan bahwa para jenderal Myanmar harus membebaskan para tahanan politik, dimulai dari Aung San Suu Kyi. Ia juga menegaskan bahwa pendekatan AS ke Myanmar memiliki batasan yang jelas. Sanksi terhadap rezim militer Myanmar masih akan berlanjut.

Pertemuan antara Obama dan Perdana Menteri Myanmar Thein Sein tidaklah dramatis. Pertemuan berlangsung tertutup dalam konferensi tahunan forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasific (APEC) di Singapura pekan lalu. Ini bukan pertemuan tatap muka, melainkan presentasi umum yang dihadiri seluruh kepala pemerintahan ASEAN. Setelahnya, ASEAN kembali menunjukkan sikap pembatasan diri. Pernyataan AS-ASEAN meminta Myanmar untuk menggelar pemilu bebas.

Obama mengungkapkan langkah yang harus diambil Myanmar untuk meyakinkan pemilu berjalan bebas. Pertama, membebaskan seluruh tahanan politik. Ribuan warga Myanmar kini dipenjara hanya karena melakukan oposisi damai terhadap tentara junta dan pemerintahannya. Semua oposisi yang berani berbicara menentang junta akan dipenjara, disiksa, diintimidasi, atau diasingkan.

Akan menjadi sebuah langkah besar jika seluruh tahanan politik dibebaskan dan Suu Kyi diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pemilu 2010. Para jenderal juga diminta untuk memperbolehkan adanya pengamat asing untuk mengawasi pemilu. Pemungutan suara harus bebas dari intimidasi. Hasil pemilu pun harus diakui dan diterima oleh junta militer.

Obama telah menjelaskan kepada Thein Sein dan seluruh pemimpin ASEAN bahwa AS terbuka terhadap perubahan sikap dari junta militer Myanmar. Pemilu di Myanmar tahun depan adalah kesempatan bagi Myanmar untuk mendapatkan penghormatan dari dunia. Tapi semua tergantung para jenderal disana untuk mengambil kesempatan ini atau tidak.

Astri Ihsan/Bangkok Post

No comments:

Post a Comment