11 March 2012

DSA

Bagi saya, mencari Dokter Spesialis Anak (DSA) yang sreg di hati jauh lebih sulit ketimbang mencari pacar, memasak, bikin artikel, atau apalah, pokoknya susah. Karena alasan itulah, saya akhirnya memutuskan membawa Al imunisasi di Puskesmas saja. Setidaknya, saya tidak berharap lebih dari tenaga kesehatan yang membantu imunisasi, biayanya murah (Rp2.000 saja), dan sekaligus ikut membantu menyukseskan program pemerintah.

Ada beberapa DSA yang pernah menangani Al. Pertama, dokter yang merawat Al saat baru lahir dan dirawat di Perina RS H**mina Jatinegara. Namanya dr. I*ham Amir. Sumpah, saya benar-benar ilfeel dengan dokter yang satu ini. Selama dua minggu Al dirawat di Perina, saya hanya bisa bertatap muka dengannya sebanyak dua kali. Dia visite ke ruang Perina tanpa waktu yang pasti. Kadang subuh, kadang pagi, kadang siang, argghh. Bertemu dengan dia pun, kami tak bisa berkonsultasi banyak. Bak pasukan militer, jalannya cepat, bicaranya tegas, tak komunikatif.

Setelah Al keluar dari RS, saya sempat membawa Al imunisasi polio dan hepatitis ke dokter ini. Omaigad, antrean pasiennya panjang sekali. Tampaknya itu yang membuat dia tak ingin berlama-lama dengan pasien. Satu pasien sepertinya tak lebih dari 3 menit. Yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk "PUTUS" adalah ketika saya bertanya serius tentang kenapa anak saya saat tidur terkadang sering bergetar seperti menggigil. Dan dia menjawab sekenanya "emang sekarang banyak yang menggetarkan dunia." Enough!! Such a waste membawa anak saya ke dokter yang asal bicara saja.

Saya juga pernah membawa Al ke dr. A*ti Praborini di RSIA yang cukup bagus di daerah Kemang. FYI, rumah sakit ini bagus sekali. Tempatnya luas, bersih, nyaman, mirip hotel, ada playground, bahkan counter Mothercare. Tak heran bila tarifnya pun cukup mahal. Menurut hasil browsing saya, sebenarnya dokter ini banyak juga yang merekomendasikan. Dia terkenal sebagai dokter yang pro ASI. Waktu itu Al pilek dan batuk selama seminggu. Saya sebenarnya senang karena dokter ini benar-benar pro ASI. Berulang kali dia menekankan mengenai pentingnya ASI. Dia pun tak terburu-buru memeriksa Al meskipun antrean pasiennya cukup banyak.

Yang membuat saya tidak sreg adalah ketika dia meresepkan antibiotik untuk meredakan pilek Al. Antibiotik yang diresepkan pun dalam bentuk puyer. Hmmm, sebut saya pasien yang sok tahu. Tapi, setahu saya pilek memang tak membutuhkan antibiotik. Antibiotik untuk membunuh/melemahkan bakteri, sementara pilek kan disebabkan virus. Yaaaaa, ga nyambung tohhh. Dan yang kedua, resep puyer sudah tidak dianjurkan lagi.

Dokter ini juga meminta Al terapi inhalasi sebanyak 3 kali untuk mengencerkan dahaknya. Akhirnya, saya dan suami memutuskan untuk membawa Al terapi inhalasi, tapi obatnya tak perlu diminumkan. Alhamdulillah, tanpa perlu meminumkan obat yang tak perlu, Al sembuh sendiri beberapa hari kemudian.

Berikutnya adalah salah satu dokter perempuan di RS. M**inir Cilandak saat Al mengalami panas tinggi selama tiga hari. Saya bahkan tak tahu siapa nama dokter ini. Antreannya panjang, sekali panggil, lima pasien masuk ke dalam ruangan. Kebayang kan, anak yang tidak terlalu sakit bisa jadi sakit beneran karena tertular dari pasien lainnya. Saya membawa Al kesana hanya dengan pertimbangan terdekat dari rumah. Ia memeriksa buru-buru dan langsung menganjurkan periksa darah.

Dengan pemeriksaan sepintas, kesimpulannya pun terburu-buru. Ia memvonis saya dan Al anemia. Anemia menyebabkan panas tinggi?? Saya meragu. Dan yang paling membuat saya kesal adalah ketika dia bilang di atas 6 bulan, ASI tak memenuhi kebutuhan gizi bayi lagi sehingga perlu susu formula. Ia bahkan menyebut satu merk susu formula yang katanya mahal dan bagus. Deymmmm!! Let's call her dokter agen susu formula!

(Hmmm, di atas 6 bulan, ASI saja memang tak cukup, itulah mengapa bayi sudah harus diberikan makanan padat. Bukan begitu sodara-sodara??? Jadi, bukan susu formula ya jawabannya!!)

Yang teranyar adalah DSA di salah satu klinik di Cilandak KKO saat Al terkena flu Singapore. Kliniknya cukup bagus, lengkap, dan dekat dari rumah. Namanya dr. Isk**dar. Sebelumnya, saya sempat beberapa kali membawa Al ke dokter ini. Sebenarnya saya merasa cukup cocok dengan dokter ini. Ia memeriksa dengan seksama dan cukup ramah. Tapi, entah kenapa malam itu si dokter ini menjadi sangat menyebalkan dan otomatis langsung masuk dalam blacklist saya!!

Saya sendiri heran dan sampai sekarang tiap mengingat kejadian itu masih terasa kesal. Saat itu, ia memeriksa Al dengan teliti sampai akhirnya ia mengatakan Al terkena flu Singapore. Saya pun bertanya, apa penyebabnya? Ia menjawab virus. Saat dokter menuliskan resep, saya bertanya, apa flu Singapore benar-benar butuh antibiotik? Ia menjawab iya. Saya bertanya lagi, kenapa anak saya sering pilek, dok? Ia menjawab, karena orang tuanya memiliki bakat alergi. Dan saya bergumam, ohh alergi ternyata bisa diturunkan ke anak ya dok.

Dan ini yang mengejutkan..

Dengan ketus dia mengatakan "Ibu dengerin saya. Jangan tanya lagi. Kesel kan saya"

What???? Kenapa nih dokter?? Setiap pasien memiliki hak untuk bertanya. Untuk apa saya membayar bila tak memiliki hak untuk berkonsultasi? Lagipula, saya perlu tahu apa yang terjadi dengan anak saya, bagaimana penanganannya, obat apa yang diresepkan. Tak ada pertanyaan berlebihan yang saya ajukan.

Yaaa gitu dehh.. Sekarang Al DSA-less lagi deh.. Sebenarnya sejumlah teman telah merekomendasikan beberapa DSA. Tapi, faktor lokasi juga menjadi salah satu pertimbangan saya. Saya (Al) benar-benar butuh DSA, bukan hanya untuk berobat kalau Al lagi sakit, tapi juga konsultasi mengenai tumbuh kembang Al dan imunisasi yang dianjurkan untuk satu tahun ke atas. Ada yang punya rekomendasi lagi???

2 comments:

  1. Mbak dah coba Dr. Endah d KMC? Ak cocok ama beliau. Satu RS sih ama Dr Asti, hehehe tp beda aliran banget. Dr margareta d RS yg sama juga oke. Yg terakhir ini praktek jg d RS Pertamina.

    ReplyDelete
  2. dr endah emang banyak yang rekomendasiin sih.. prakteknya hari apa aja ya? hehehe thanx ya infonya... :)

    ReplyDelete