10 November 2008

Adisti...

Seorang sahabat bernama Adisti,teman semasa kuliah di Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia. Seseorang yang menunjukkanku banyak hal dan pelajaran hidup. Aku dan Adisti memiliki sifat keras yang tak jauh berbeda. Kami menjadi perempuan-perempuan tangguh oleh hidup yang mengharuskan kami untuk bertahan.

"Hidup tak mudah". Itu sudah kami sadari, disaat temen-teman seusia kami masih tertidur lelap di rumah mereka yang aman dan nyaman. Menjadi dewasa oleh keadaan. We're not rebels, hanya mencoba melindungi diri dan menjalani hidup dengan cara kami sendiri. Hidup itu keras, kawan..

Bagiku, Adisti adalah sebuah potret kehidupan. Berliku-liku dan menyakitkan. Tumpukan pelajaran yang hanya bisa dipelajari dengan menjalaninya atau setidaknya mengambil secuil hikmah dari orang yang telah lebih dulu melewatinya. Hidup adalah ketegaran. Hidup adalah mencari makna dibalik setiap peristiwa.

Adisti. Entah kata-kata apa yang paling tepat untuk menggambarkan perempuan "seksi dan montok" ini (hahaha, maafkan aku yach,teman). Seorang anak yang kehilangan ayah dan ibunya di saat dirinya masih labil. Luka yang mungkin masih membutuhkan belasan atau bahkan puluhan tahun untuk menyembuhkannya. Kesakitan hingga kerapkali merasa lebih baik menyusul orang tuanya tersayang, ketimbang harus terseret-seret arus hidup dan ketakutan. Bahkan, hingga bertahun-tahun setelah kepergian orang yang berjuang mengeluarkannya dari rahim suci, Adisti masih menulis di secarik kertas lusuh yang ditempelnya di lemari "Selamat ulang tahun ke-57 Ibuku tersayang". Sebuah perayaan yang mengharukan dan aku pun tersayat.

Seorang adek kecil yang menyaksikan kakak-kakaknya tenggelam dalam dunia hitam narkotik, mulai merapuh, hancur, lalu tersadar dan kemudian mengumpulkan kepingan-kepingan yang masih mungkin diselamatkan. Dia pun mencoba ikhlas, mengumpulkan beling-beling berserakan yang terkadang melukai tangannya yang kecil, muda dan keras, menempelnya perlahan satu per satu dan kembali membentuknya menjadi sebuah vas indah di kesempatan waktu yang tersisa.

Seorang teman yang rela menjadi tempat "penampungan sampah" teman-temannya, sedangkan wajahnya sendiri sudah memucat, tubuhnya dingin dan muntah sudah di kerongkongannya, tertahan untuk keluar dan perih. Meski matanya sendiri tengah berkaca-kaca, migrain menjalari kepalanya, lambungnya pun mulai berdarah, kau hanya akan menemukan "ada apa, sayang? kamu kenapa? Mau cerita?" merespon sms yang kau kirimkan di pukul 01.00 pagi. Kadang pula, tempat sampah itu penuh, dia hanya terdiam, berteriak dalam hati, menunggu hal kecil yang bisa membuatnya kembali bersyukur, dan menjadi Adisti ceria, ramah nan supel yang kau tahu namun tak kau kenali.

Adisti, saat ini aku tau kamu sedang gemetar dan rasa takut kehilangan itu sedang menghantuimu. Aku hanya bisa memintamu menunjukkan kesabaran dan ketangguhan itu lagi. Semua akan berlalu melalui jalan terbaik dan kembali memberikanmu pelajaran yang membuat kamu dan orang sekitarmu tertular kekuatan ajaib. Kita pun menjadi lebih baik meski tantangan tak henti-hentinya mengidolakan kita.

liburan seruBuat kamu, Adisti, sahabat, saudara, teman berbagi kegilaan, naik motor bertiga dibonceng Roman yang ceking di jalan tanjakan dengan pak polisi yang tiba-tiba mendapati darahnya mendidih melihat kelakuan konyol, kita pun terbahak-bahak. Sebuah perjuangan memberikan kejutan untuk mata berbinar-binar itu. Makasih,dit...

Salam,

as3

No comments:

Post a Comment