12 December 2008

Menyusuri Jejak Benteng Somba Opu

Bila berkunjung ke kota Makassar, jangan sekedar berwisata bahari saja, dengan mengunjungi Pantai Losari, Akarena atau pulau-pulau kecil sekitarnya, maupun berwisata kuliner dengan makanan-makanan khas nan lezatnya, seperti coto Makassar, pallu basa, pallu kaloa ataupun sop saudara


Tengoklah pula pesona wisata historisnya. Salah satu diantaranya adalah Benteng Somba Opu, peninggalan kerajaan Gowa di masa pemerintahan Raja Gowa ke-IX. Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna memerintahkan pembangunan Benteng Somba Opu pada 1525. Pembangunan kemudian dilanjutkan oleh Karaeng Tunipalangga Ulaweng, Raja Gowa ke-X. Pada 1545, Karaeng Tunipalangga memperkuat struktur dinding benteng dengan batu padas. Benteng pun mulai dipersenjatai dengan meriam-meriam di setiap sudut bastion pada masa pemerintahan Tunijallo, Raja Gowa ke-XII.


Menariknya, tembok ini dipercaya dibangun tanpa menggunakan semen, melainkan dengan tanah liat dan putih telur, serta disusun sedemikian rupa dengan batu-batu pengunci untuk memperkuat dinding benteng.

Pada pertengahan abad ke ke-16, benteng ini tak sekedar menjadi pusat kerajaan dan pemerintahan, melainkan pula pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang dari Asia dan Eropa.


Aktivitas di Benteng Somba Opu otomatis terhenti ketika Belanda menguasai benteng, kemudian menghancurkannya pada 1669. Reruntuhan Benteng Somba Opu ini akhirnya terendam air pasang, tertimbun dan hampir terlupakan selama ratusan tahun berikutnya, hingga diadakan penggalian pada 1980an. Ketinggian tembok benteng yang terlihat kini hanya sekitar tiga meter, dahulunya diperkirakan setinggi enam hingga delapan meter.


Kini, bentuk benteng yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Meski telah dilakukan berbagai usaha ekskavasi, sebagian dindingnya masih belum teridentifikasi, terutama dinding sebelah utara. Di beberapa tempat juga terlihat beberapa patok beton. Menurut Syahrawi Manna, pemandu dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), tempat-tempat yang ditandai patok beton itu dibawahnya merupakan dinding tembok yang sengaja tak digali. Tujuannya adalah sebagai bukti sejarah bahwa tembok benteng ini pernah tertimbun selama ratusan tahun.


Dari papan keterangan historis yang terdapat di lokasi benteng, diketahui bahwa Benteng Somba Opu berbentuk empat persegi panjang. Di dalamnya terdapat istana raja, rumah para bangsawan, dan pegawai-pegawai kerajaan, yang dikelilingi oleh tembok lingkar yang tinggi dan tebal.


Kediaman raja terdapat di bagian barat-selatan. Kediaman para bangsawan dan kerabat raja terletak di bagian utara, dibelah dua oleh sumbu jalan utama yang membujur di sebelah utara-selatan. Sementara di luar benteng tinggal para prajurit dan keluarganya, tukang-tukang, saudagar dan para pendatang dari berbagai suku bangsa.


Satu yang cukup menarik perhatian, di lokasi benteng terdapat sebuah bangunan, yang disebut saukang, sebuah tempat yang disakralkan. Menurut penduduk sekitar, di dalam saukang terdapat sebuah kuburan. Meski tak diketahui siapa yang bersemayam di kuburan tersebut, namun hingga kini saukang dijadikan tempat pemujaan. Banyak orang yang datang membawa sesajen, mengharapkan mendapat keberkahan ataupun memenuhi nazarnya.



Bila berminat mengunjungi Benteng Somba Opu, anda dapat menggunakan transportasi angkutan umum (disebut pete-pete) dengan jurusan Cendrawasih dari pusat kota Makassar di Lapangan Karebosi. Meski tak ada jalur langsung kesana, anda bisa meminta khusus supir pete-pete untuk mengantarkan anda hingga sampai ke benteng, dengan biaya Rp3.000. Untuk masuk ke lokasi benteng somba opu, yang diapit oleh dua sungai, yakni Sungai Berru di sebelah timur dan Sungai Jeneberang di sebelah selatan ini, anda akan dikenakan retribusi sebesar Rp1.700 per kepala. Anda juga bisa menyaksikan berbagai rumah adat Sulawesi Selatan, yang berada di tersebar di sepanjang jalan masuk menuju lokasi tembok benteng.


Astri Istiana Ihsan

No comments:

Post a Comment