14 January 2009

Mengenang 30 Tahun Berakhirnya Rezim Brutal Khmer Merah di Kamboja



Tiga puluh tahun sejak berakhirnya rezim Khmer Merah, luka mendalam masih tertoreh di hati rakyat Kamboja. Hanya dalam empat tahun masa berkuasa Khmer Merah pimpinan Pol Pot (1975-1979), dua juta orang tewas sia-sia. Tak heran bila hingga kini rakyat Kamboja terkenal kaku, dingin dan tak ramah. Catatan buram sejarah rezim Khmer Merah membentuk karakter tersebut.

Di bawah pemerintahan Khmer Merah, ratusan ribu orang harus meregang nyawa, dieksekusi sebagai “musuh revolusi”, tanpa sempat memperoleh pengadilan. Nyawa-nyawa lainnya melayang dalam perjalanan yang sangat meletihkan dari kota-kota besar menuju daerah-daerah pedalaman. Khmer Merah hanya mengizinkan sejumlah kecil anggota partai untuk tinggal di kota-kota besar.

Adapula yang mati karena kelaparan saat dipaksa bekerja sebagai buruh di pertanian kolektif. Dua juta orang diperkirakan tewas karena kebijakan pemerintah Pol Pot dan tindakan-tindakan anggota Khmer Merah. Selama berkuasa di kamboja, partai politik komunis ini dianggap sebagai salah satu rezim paling mematikan di abad ke-20. Satu motto Khmer merah yang akan selalu menjadi mimpi buruk rakyat Kamboja adalah “Mempertahankanmu tidak akan memberikan keuntungan. Menghancurkanmu tidak akan menimbulkan kerugian.”


Khmer merah mengeliminasi setiap orang yang dicurigai terlibat dalam aktivitas pasar bebas. Kelompok ini tak menerima para profesional, orang-orang berpendidikan, penduduk kota, dan orang-orang yang memiliki koneksi dengan pemerintahan asing. Khmer Merah percaya bahwa para orang tua telah tercemar dengan kapitalisme. Sebagai konsekuensinya, anak-anak pun dipisahkan dari orang tua mereka. Sosialisme ditanamkan ke otak mereka melalui metode penyiksaan. Anak-anak digunakan sebagai instrumen kediktatoran partai.



Setelah empat tahun berkuasa, pada 1979 Khmer Merah pun dilengserkan dari kekuasan melalui invasi Republik Sosialis Vietnam. Rezim brutal ini digantikan dengan komunis pro-Vietnam yang lebih moderat. Invasi Vietnam pada 7 Januari 1979 ditetapkan sebagai hari bersejarah terlahirnya kembali Kamboja. Pol Pot sendiri akhirnya membubarkan organisasinya pada 1996. Dia meninggal dunia pada 15 April 1998 tanpa pernah dihadapkan ke pengadilan.

“Ketika Vietnam tiba, sekelompok orang termasuk saya masih terkunci dalam satu ruangan di penjara Tuol Sleng. Saya mendengar beberapa tembakan di luar, jalan utama,” ujar Vann Nath salah seorang saksi hidup sisa-sisa kejayaan pemerintahan Pol Pot.

Van Nath merupakan salah satu orang yang sangat beruntung. Dari sekitar 15 ribu orang yang dimasukkan ke penjara Tuol Sleng, hanya jumlah hitungan jari yang berhasil keluar dengan selamat. Banyak yang mati karena proses penyiksaan sistematis di penjara, sisanya dihantam hingga tewas di “ladang pembunuhan” di Phnom Penh.

“Di antara semuanya, hanya tujuh dari kami yang bertahan hidup di Tuol Sleng. Hingga hari ini saya masih tidak tahu mengapa saya dibiarkan hidup,” katanya.

Tiga puluh tahun telah berlalu, namun kenangan buruk itu hingga kini masih ada. Pemerintahan Kamboja pimpinan Perdana Menteri Hun Sen dari Partai Rakyat Kamboja berusaha membuat rakyatnya mengenang hari itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Pemerintah Kamboja akan mengadakan perhelatan besar di Stadion Phnom Penh. Ribuan anak-anak dari sekolah-sekolah terdekat akan dikumpulkan di sana dan mendapat pembagian makanan minuman, kaos dan topi.

Astri Ihsan/BBC

No comments:

Post a Comment