13 August 2011

Black Corner

Ya, semua memang salah saya. Al lahir dengan kondisi prematur adalah karena kelalaian saya. Ya, ini memang takdir Tuhan. Tapi, seandainya saya tidak lalai, mungkin ceritanya akan berbeda. Seandainya saya mau mengurangi sedikit aktivitas saya dan beristirahat saja, seandainya saya mengambil cuti ketika tahu air ketuban saya sudah mulai berkurang, seandainya saya tidak membandel dan meminum saja obat pengencer darah yang diberikan dokter setelah ia mendiagnosa saya mengalami pengentalan darah, seandainya saya tidak malas dan menuruti perintah dokter untuk konsultasi ke ahli hematologi, seandainya dan seandainya.

Jujur, saya masih trauma. Al lahir di usianya yang masih 33 minggu. Beratnya hanya 2,3 kg. Tubuhnya kecil. Nafasnya belum teratur. Dadanya cekung. Paru-parunya belum berfungsi sempurna. Dengan kondisi prematur, satu cobaan datang lagi, Al terkena Acinobacter. Saya sendiri tidak mengerti. Menurut penjelasan dokter, itu semacam bakteri dalam darah yang ditularkan oleh ibu kepada bayinya, baik saat kehamilan ataupun dalam proses persalinan. Acinobacter ini harus diterapi dengan antibiotik minimal selama dua minggu. Betapa iba hati saya melihat si makhluk kecil ini harus mendapat suntikan antibiotik. Saya sendiri, ibunya, baru bisa menggendong dan menyusuinya secara langsung di hari kesepuluh setelah kelahirannya.

Ya, semua sudah lima bulan lebih berlalu. Alhamdulillah. Tapi, saya masih saja ketakutan. Apakah anak saya normal? Apakah dia sesehat bayi-bayi lainnya? Kenapa dia belum bisa aktif bolak-balik tengkurap-telentang? Apa karena dia lahir prematur? Kenapa dia jarang bersuara ketika tertawa? Kenapa dia tidak seramah bayi-bayi lain? Kenapa dia belum bisa merayap dan mengejar barang seperti anak teman saya yang seumuran dengannya? Kenapa punggungnya belum terlalu tegak saat belajar duduk? Kenapa kakinya belum bisa menapak saat berdiri? Kenapa beratnya hanya 7,1 kg sementara bayi-bayi lain seusianya bisa lebih dari itu? Kenapa dan kenapa.

Saya masih saja dibayangi ketakutan dan keraguan. Saya tahu ini salah. Saya harus berhenti membanding-bandingkan anak saya dengan anak-anak lainnya. Saya harus berhenti 'cemburu' dengan perkembangan anak-anak lain. Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Tak perlu disama-samakan karena kondisinya memang berbeda, asupan gizinya berbeda, lingkungannya berbeda, stimulasinya pun berbeda.

Mulai sekarang, dunia harus tahu, saya bangga pada Al, anak saya. I will stop comparing him with other babies (There's no need, also no benefit to do that silly thing!). Saya tahu pasti Al kini tumbuh dengan sehat dan aktif. Dalam dua minggu lagi, Al akan lulus ASI Ekslusif. Meski badannya tak montok, Al juga tak bisa disebut kurus. Di beberapa bagian, Al mungkin ketinggalan dari bayi-bayi lainnya. Tapi, saya yakin, di bagian lain, Al juga memiliki keunggulannya sendiri. Harusnya saya tak perlu khawatir berlebihan.

Al lahir lebih cepat mungkin karena ia sudah tak sabar ingin melihat dan menjelajah dunia. Ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Yes, it happened should be for a reason. Yang harus saya lakukan sekarang adalah fokus mengerahkan seluruh kasih sayang saya untuknya, mengisi awal kehidupannya dengan penuh cinta, terus memantau dan menstimulasi perkembangan fisik dan mentalnya, mendidiknya sebaik mungkin, serta berusaha maksimal untuk menyediakan segala kebutuhannya sekarang dan masa depan.

Saya akan terus belajar untuk menjadi ibu yang terbaik bagi anak saya. Bismillah. Semoga Allah selalu menyertai setiap langkah keluarga kecil kami. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk & pencerahan di setiap pembelajaran saya. Amin.

1 comment: