Konferensi Tingkat Tinggi Arab (KTT Arab) digelar di Doha, Qatar, Senin (30/3). Serangkaian agenda akan dibahas, termasuk mengenai dukungan kepada Presiden Sudan Omar Hassan Al-Bashir terkait surat penangkapan yang dikeluarkan Pengadilan Pidana Internasional (ICC), konflik Palestina-Israel, dan meluasnya pengaruh Iran.
Presiden Yaman Ali Abdallah Saleh mengingatkan bahwa dengan mengizinkan Bashir untuk diadili, hal itu akan menjadi contoh yang berbahaya. Menurutnya, negara-negara Arab tak boleh tinggal diam dan membiarkan saja penangkapan itu dilakukan. "Negara-negara Arab tidak boleh diam saja, setelah Saddam dan Al-Bashir, berikutnya adalah giliran mereka," kata Saleh.
Hal serupa juga diungkapkan Amr Moussa, Sekretaris Jenderal Liga Arab. Moussa mengimbau para pemimpin dari 22 negara Liga Arab untuk mengadopsi deklarasi penolakan dan tuduhan ICC terhadap Bashir. Moussa justru menuding ICC "pilih kasih" karena hanya fokus pada persoalan Sudan, sementara serangan Israel ke Gaza yang jelas-jelas melanggar hukum internasional dibiarkan begitu saja.
"Di Sudan, tuduhan diarahkan kepada presiden yang menjalankan kekuasaannya dan penangkapannya akan menciptakan konsekuensi besar terhadap stabilitas negara. Sementara di Gaza, ini jelas-jelas merupakan kasus okupasi militer dan penyerangan warga sipil," katanya.
ICC mengeluarkan surat penangkapan kepada Bashir pada 4 Maret lalu, menuduhnya melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan karena mendalangi kekejaman di Darfur, dengan melakukan pembunuhan, perkosaan, dan penyiksaan.
"Saya mengerti bahwa Liga Arab layaknya sebuah keluarga. Tapi saya harap mereka akan mengatakan kepada saudara mereka untuk menghentikan kejahatannya. Menurut saya ini adalah tanggung jawab besar bagi pemimpin Arab untuk menyelesaikan persoalan di Sudan sekarang," kata kepala jaksa penuntut ICC, Luis Moreno Ocampo.
Bashir sendiri tampak tak peduli dengan surat penangkapan tersebut. Meski terancam bisa ditangkap sewaktu-waktu, Bashir tetap melakukan kunjungan ke Eritrea, Mesir, dan Libya. Bashir juga tiba di Qatar untuk mengikuti KTT Arab ini pada Minggu (29/3).
Sementara itu, seorang sosiolog Libanon, Dalal El-Bizri mengungkapkan bahwa sikap Liga Arab untuk mendukung Bashir, mengabaikan ICC, serta berulang kali mengutuk Israel atas serangan di Gaza hanya akan menempatkan para pemimpin Arab dalam kesulitan.
"Mereka hanya akan mendiskreditkan diri mereka sendiri jika mereka mendukung Bashir dan mengecam represi Israel terhadap rakyat Palestina dan kehancuran di Gaza. Itu adalah standar ganda," katanya.
Yang ganjil dari pertemuan ini adalah absennya pemimpin Mesir dan Arab Saudi, sementara Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan sejumlah tokoh penting Hamas ikut hadir. Liga Arab tampaknya memang terbelah dua dalam sejumlah persoalan, khususnya mengenai serangan Israel ke Gaza dan pengaruh Iran yang dianggap semakin meluas.
Pemimpin Arab Saudi dan Mesir, yang didominasi kelompok Fatah, melihat Iran-lah yang berada di balik kekuatan Hizbullah di Libanon dan Hamas di teritori Palestina. Meluasnya pengaruh Iran dikhawatirkan akan menjadi ancaman bagi negara Arab lainnya.
Sementara, negara-negara Arab yang memiliki hubungan baik dengan Iran, seperti Suriah dan Qatar, justru mendukung pandangan bahwa kebijakan Hizbullah dan Hamas merupakan respons yang sah terhadap Israel. Mereka juga mengkritik peran Hamas yang tampak mencari posisi aman bagi diri sendiri dalam konflik Palestina-Israel.
Astri Istiana Ihsan/Reuters/AP/Al Jazeera/Bloomberg
No comments:
Post a Comment