Dari Jembatan Harbour dan Opera House di Sidney hingga piramida di Mesir, Empire State Building di New York hingga Stadion Bird Nest dan Water Cube di Beijing, dari Antartika hingga Menara Eiffel di Paris, sebanyak 4.000 kota di 88 negara memadamkan lampu selama satu jam pada Sabtu (28/3).
Gerakan memadamkan lampu yang berlangsung selama satu jam mulai pukul 20.30 di setiap zona waktu di seluruh dunia ini disponsori oleh World Wildlife Fund sebagai simbol penghematan energi dan pemangkasan emisi gas rumah kaca untuk mencegah ancaman akibat terjadinya perubahan iklim.
Dimulai dari menara Sky di Auckland, Selandia Baru, ribuan orang berkumpul di sekitar landmark tersohor dunia tersebut untuk melihat pemadaman lampu. Dua jam setelah Selandia Baru, Jembatan Harbour dan Opera House di Sidney pun menyusul gelap. Begitu pula stasiun penelitian di Antartika hingga McDonald di seluruh dunia ikut memadamkan lampu.
Indonesia pun tak mau ketinggalan. Lima ikon utama di Jakarta ikut memadamkan lampu mulai pukul 20.30 hingga 21.30, yakni di Bundaran Hotel Indonesia dan air mancurnya, Monas dan air mancurnya, Gedung Balai Kota, Patung Pemuda, dan Air mancur Arjuna Wiwaha.
Keseluruhan, 371 landmark di seluruh dunia memadamkan lampu, termasuk Menara Eiffel, Air Terjun Niagara, pusat permainan kasino di Las Vegas hingga House of Parliament di Inggris, Menara Petronas di Malaysia, St Peter’s Basilica di Roma hingga Acropolis di Athena. Honolulu menjadi negara terakhir yang memadamkan lampunya.
Gerakan semacam ini dimulai di Australia pada 2007, ketika sekitar 2,2 juta orang dengan rela mematikan lampu mereka. Pergerakan ini menyebar ke 400 kota pada tahun lalu dan menyebar ke 3.929 kota di seluruh dunia di tahun ini.
“Ini sangat positif, kampanye penuh harapan. Kami ingin agar orang-orang berpikir, bahkan hanya untuk satu jam, apa yang mereka bisa lakukan untuk menurunkan jejak karbon mereka,” kata direktur utama Earth Hour Andy Ridley.
Ridley mengatakan bahwa pada awalnya krisis ekonomi global dianggap akan menurunkan antusiasme untuk mengikuti gerakan Earth Hour, namun ternyata respon dari seluruh dunia sangat positif. Dia berharap, gerakan ini dapat mengirimkan pesan pada para pemimpin dunia mengenai pentingnya pemangkasan emisi.
“Earth Hour selalu menjadi kampanye positif. Ini selalu menjadi pesta jalanan, bukannya protes jalanan. Ini merupakan gagasan mengenai harapan, bukannya keputusasaan,” kata Ridley.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon pun ikut mendukung program penyelamatan bumi ini. Dalam sebuah pesan video do YouTube, Ban menggambarkan acara ini sebagai sebuah cara bagi warga dunia mengirimkan pesan jelas bahwa mereka ingin menindaki perubahan iklim.
Emisi gas rumah kaca meningkat pesat hingga 70 persen sejak 1970an. Ini disalahkan sebagai salah satu faktor utama perubahan iklim, yang menimbulkan berbagai dampak bagi dunia seperti pemanasan global, banjir, kekeringan, gelombang panas, naiknya air laut, hingga kepunahanan flora dan fauna.
Astri Ihsan/Reuters/AP/Times Online
No comments:
Post a Comment