Siapa bilang menyusui adalah hal yang mudah? Tidak! Menyusui adalah salah satu perjuangan terberat setelah mengandung dan melahirkan bayi. Tetes demi tetes ASI yang keluar adalah sumber kehidupan si bayi kecil. Walaupun menyusui adalah proses alamiah, tapi ini benar-benar tak mudah. Butuh proses, termasuk malam-malam kurang tidur atau bahkan tak tidur sama sekali, pelekatan yang belum benar, posisi menyusui yang tak nyaman, hingga puting yang lecet.
Sudah tak terhitung banyaknya ibu yang gagal memberikan ASI ekslusif bagi anaknya. Ini bukan sekedar masalah berapa jumlah ASI yang diproduksi oleh kedua payudara, namun juga soal kurangnya pengetahuan, mindset yang salah tentang menyusui, serta gencarnya promosi susu formula. Menyusui membutuhkan komitmen tinggi. Menyusui juga membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitar sang ibu.
Sulitnya menyusui pun sempat saya rasakan. Walaupun ASI saya termasuk cukup melimpah, bukan berarti proses awal menyusui bisa saya lalui dengan mudah. Saya pun sempat merasakan puting yang lecet. Bayangkan saja, dalam keadaan yang puting yang lecet, namun anakku tetap harus disusui. Sungguh, rasanya ingin menangis saat anakku sedang menyusu.
Ketika Al berusia 1,5 bulan, saya mengalami panas tinggi, sakit kepala, dan tak bisa menelan makan. Saya hanya bisa memakan bubur karena tenggorokan rasanya sakit sekali. Dokter memastikan saya mengalami radang tenggorokan dan memberikan sejumlah resep obat. Tapi dua hari setelah ke dokter itu, saya masih tetap saja panas tinggi. Lalu, timbul bintik-bintik merah di seluruh muka dan tubuhku. Saya sungguh khawatir bintik-bintik merah itu menular pada anakku. Akhirnya, saya mendatangi dokter kulit. Menurutnya, saya terkena virus, semacam campak tapi bukan campak. Hal ini disebabkan kecapaian yang teramat sangat. Dokter menegaskan, obatnya cuma satu, ISTIRAHAT.
Ya, sejak Alair ada, saya hampir-hampir tidak pernah bisa tidur sebelum subuh. Tidur pun hanya dua atau tiga jam sehari. Saya bersikeras menyusui Al dengan posisi duduk menggendong. Saya memang sungguh kelelahan.
Kondisi sakit tersebut akhirnya berpengaruh ke produksi ASI saya. Yang biasanya sekali memerah saya bisa mendapat sebotol Avent wideneck atau sekitar 260 ml penuh, ketika sakit, sekali memerah saya hanya bisa membasahi pantat bontol, sekitar 20 ml saja. Dengan ASI yang sedikit, anakku pun menjadi rewel dan terus-menerus menangis. Buang air kecil dan besarnya pun menjadi sangat sedikit. Sedih dan stres dengan kondisi ini semakin menurunkan produksi ASI saya.
Tapi, saya tidak mau terlarut dalam kondisi ini. Saya harus bangkit dan berjuang untuk sehat demi anak saya. Saya mulai memaksakan diri untuk makan nasi lengkap, minum susu dan berbagai suplemen. Saya juga meminta suami untuk gantian menjaga Al di malam hari sehingga saya bisa istirahat. Alhamdulillah, setelah seminggu, kondisi mulai membaik.
Beruntunglah kita yang menyusui di jaman sekarang. Pengetahuan tentang ASI telah berkembang pesat. Dulu, tak ada istilah ASIP (ASI Perah), tak ada pengetahuan tentang penyimpanan ASIP, tak tersedia berbagai jenis pompa ASI (manual dan elektrik), yang ada hanyalah pompa ASI yang berbentuk bohlam karet merah, yang sebenarnya tak steril bila diberikan pada bayi. Dulu, ASI yang berlebih dibuang begitu saja karena ibu tak tahu bahwa ASI bisa diperah dan disimpan dalam batas waktu tertentu.
Tak seperti sekarang, kantor-kantor dulu tak ada yang menyediakan nursing room. Pekerja bahkan tak diberi waktu untuk memerah ASI. Memerah ASI kerapkali harus dilakukan sembunyi-sembunyi di toilet. Sementara, anak yang ditinggal di rumah, terpaksa mendapat susu formula. Walaupun sekarang masih banyak pekerja belum mendapatkan haknya untuk bisa memerah di sela-sela jam kerja, namun secara umum, kondisinya jauh lebih baik ketimbang 10 atau 20 tahun lalu.
Ya, sekali lagi, menyusui bukanlah hal mudah! Namun, dengan situasi yang lebih baik, para ibu harus berjuang semaksimal mungkin untuk memberikan ASI pada bayinya. Susu formula semahal apapun tidak akan pernah bisa mengganti manfaat yang terdapat di setiap tetes ASI. Perjuangan para ibu untuk memberikan ASI pastinya akan terbayar dengan tumbuh kembang si buah hati. Saya yakin, anak ASI akan jauh lebih sehat, lebih cerdas, lebih imun terhadap penyakit, serta memiliki ikatan kasih sayang yang lebih kuat dengan sang ibu. That's priceless!! :)
No comments:
Post a Comment