4 Oktober 2010
Assalamualaikum Wr Wb
Maaf, saya baru hadir lagi. Tak terasa sudah nyaris setahun saya tidak menyentuh blog ini. Terakhir tercatat 8 Desember 2009 dan tanpa terasa sekarang sudah 4 Oktober 2010. Banyak hal yang terlewatkan, tak tertulis, ada yang masih tersimpan jelas dalam memori dan banyak pula yang sudah terlupakan. Yang pasti, saya melewati sangat banyak hal dalam kurun waktu hampir setahun ini.
*13 Januari 2010
Saya tepat berusia 24 tahun. Banyak hal yang berubah. Terus bergerak menuju kedewasaan. Meskipun sebenarnya saya berpikir, sepertinya lebih enak menjadi kanak-kanak. Berpikir sederhana, polos, lugu dan tanpa beban. Tapi saya juga sungguh menikmati proses pendewasaan. Mereguk semua kebebasan, bertindak dan berpikir, memanfaatkan waktu dan bertanggungjawab. Thank God, saya masih diberi kesempatan.
*26 Februari 2010
Kami sepakat untuk melanjutkan cinta kami ke jenjang yang lebih serius. Ya, saya dan dia. Idjonk, orang yang selama empat tahun terakhir menemani hari-hariku. Ya, hari itu dia mengikatku dengan sebuah cincin pengikat dalam sebuah acara keluarga bernuansa adat Bugis. Kami menyebutnya Mappetuada. Bisa juga disebut lamaran. Dia dan keluarganya datang melamar ke rumah orang tuaku di Makassar.
Saya sungguh menikmati acara ini meskipun tidak boleh melihat langsung prosesnya. Saya memakai baju bodo berwarna orange dan bersarung sutra. Rumah pun ditata sedemikian rupa dengan bosara merah dan emas yang berjejer, berisikan aneka kue-kue Bugis yang manis dan sangat lezat. Ibu pun memesan catering untuk sekitar 150 orang. Memang tamu hari itu cukup banyak, baik keluarga, kerabat dan tetangga.
Saya hanya duduk di kamar, mendengar pihak keluarga laki-laki datang dan menyampaikan maksud ke pihak keluarga perempuan. Pihak laki-laki menyampaikan bahwa mereka datang atas nama Djoni Irfandi dengan maksud untuk melamar seorang gadis di rumah itu bernama Astri Istiana Ihsan. (hehehe...)
Kedua pihak keluarga pun berdiskusi mengenai rencana tanggal pernikahan. Sepakat, 9 Mei 2010 ditetapkan sebagai hari pernikahan kami nantinya. Calon mertuaku pun masuk ke kamar dan memakaikanku cinci pengikat pertanda resminya kesepakatan kedua keluarga. Setelah itu, saya diminta keluar dari kamar, bagai dipamerkan di hadapan seluruh keluarga. Tapi, hanya sebentar saja, mungkin sekitar 5 menit sampai akhirnya saya diminta untuk kembali ke kamar. Ya, memang begitulah adat Bugis.
Lamaran ini merupakan suatu langkah besar bagi kami berdua. Setelah berdebat dengan wacana ini selama nyaris setahun, mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, pertengkaran demi pertengkaran, perbedaan demi perbedaan, ternyata cinta kami yang menang. Kami melewati berbagai rintangan itu dan akhirnya sampai di satu titik, kami ingin dan akan menikah. Saya sangat bahagia, dan saya melihat rona yang sama di wajahnya. Alhamdulillah.
*3 Maret 2010
Satu keputusan besar lagi yang saya buat. Sembari menyiapkan tetek-bengek lamaran, ketika itu saya juga memulai proses untuk pindah kerja. Saya akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Jurnal Nasional, sebuah gedung tua namun berisi orang-orang yang hangat, menyenangkan dan penuh rasa kekeluargaan.
Saya meninggalkan pekerjaan saya sebagai reporter desk internasional dan kuliner yang telah saya jalani sejak 7 Januari 2008. Bukan karena saya tak mencintai pekerjaan saya. Saat itu saya justru sangat menikmati menjadi kuli tinta. Namun, berpikir akan segera menikah, saya memutuskan untuk berganti pekerjaan yang lebih "ramah waktu". Saya ingin bekerja tapi tetap bisa mengurus rumah dan suami. Alasan kesejahteraan pun jadi satu faktor yang ingin saya kejar.
Tepat 3 Maret 2010, saya mulai bekerja di tvOne. Di tempat yang baru, sistem kerja berjalan dengan baik. Saya berkewajiban kerja 8 jam sehari dengan waktu yang lebih pasti. Alhamdulillah, pendapatan pun ada peningkatan signifikan. Saya mencoba menikmati perkerjaan ini. Awalnya terasa berat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, cara kerja dan tantangan yang baru, dengan kepuasan kerja yang berbeda, tapi saya benar-benar berusaha menjalaninya.
*9 Mei 2010
Saya menjadi seorang isteri. Dengan khidmat, bapak menikahkan saya dengan laki-laki yang benar-benar saya cintai. Ijab kabul terucap lancar. Haru. Mulai saat itu, saya bukan lagi menjadi tanggung jawab orang tua. Suamiku bertanggung jawab penuh atas diriku. "Bapak lepas kamu, nak" itu yang dibisikkan bapak padaku saat saya sungkem di lututnya. Saya sungguh bersedih tapi juga bahagia.
Acara pernikahan yang digelar di rumah berlangsung meriah. Tak terlalu banyak orang yang diundang. Saat itu, kami, pasangan pengantin mengenakan baju adat berwarna hijau. Hijau dipilih karena warna itu melambangkan kebangsawanan bagi suku Bugis. Kami bukan bangsawan, tapi di hari istemewa ini, boleh kan tampil spesial layaknya bangsawan. Saya suka sekali dengan pakaian ini. Acara hari itu berkesan sangat tradisional, ada tari-tarian dan yang paling saya suka adalah bunyi pui-pui, alat musik khas Bugis, sangat sendu dan menggetarkan, mengantar sang mempelai laki-laki saat masuk ke rumah mempelai perempuan.
Acara belum berakhir. Kami tetap harus menyiapkan tenaga karena malam besok, 10 Mei 2010, akan digelar resepsi di gedung. Ya, kami harus menyimpan tenaga dan menjaga aura. hehehehe, tak ada malam pertama. :p.
Resepsi sendiri berjalan lancar. Kami memakai pakaian adat merah, cantik sekali. Tamu-tamu banyak sekali yang datang. Dekorasi gedung pun tertata indah. Yang menyenangkan, beberapa teman-teman dekat dari Jakarta juga hadir, ada Nida dan Tuyul, bahkan orang tua Nida juga hadir. Teman-teman lama juga banyak yang datang. Ahh, senangnya....
Untuk kelanjutannya, nanti aja yah ceritanya.. hehe.. dilanjutkan lain waktu, post ini sudah kepanjangan sepertinya..Wassalam..
No comments:
Post a Comment